Sejarah
Menurut ceritra yang beredar di
masyarakat Alor, kerajaan tertua di Kabupaten Alor adalah kerajaan Abui di
pedalaman pegunungan Alor dan kerajaan Munaseli di ujung timur pulau Pantar.
Suatu ketika, kedua kerajaan ini terlibat dalam sebuah Perang Magic. Mereka
menggunakan kekuatan-kekuatan gaib untuk saling menghancurkan. Munaseli
mengirim lebah ke Abui sebaliknya Abui mengirim angin topan dan api ke
Munaseli. Perang ini akhirnya dimenangkan oleh Munaseli.
Konon,
tengkorak raja Abui yang memimpin perang tersebut saat ini masih tersimpan
dalam sebuah goa di Mataru. Kerajaan berikutnya yang didirikan adalah kerajaan
Pandai yang terletak dekat kerajaan Munaseli dan Kerajaan Bunga Bali yang
berpusat di Alor Besar. Munaseli dan Pandai yang bertetangga, akhirnya juga
terlibat dalam sebuah perang yang menyebabkan Munaseli meminta bantuan kepada
raja kerajaan Majapahit, mengingat sebelumnya telah kalah perang melawan Abui.
Peristiwa
pengiriman tentara Majapahit ke Munaseli inilah yang melatarbelakangi
disebutnya Galiau (Pantar) dalam buku Negarakartagama karya Empu Prapanca yang
ditulisnya pada masa jaya kejayaan Majapahit (1367). Buku yang sama juga
menyebut Galiau Watang Lema atau daerah-daerah pesisir pantai kepulauan. Galiau
yang terdiri dari 5 kerajaan, yaitu Kui dan Bunga Bali di Alor serta Blagar,
Pandai dan Baranua di Pantar. Aliansi 5 kerajaan di pesisir pantai ini diyakini
memiliki hubungan dekat antara satu dengan lainnya. Bahkan raja-raja mereka
mengaku memiliki leluhur yang sama.
B.
Sistem Religi
Pada
masa kontroler Bouman, beberapa pegawai pemerintah Belanda didatangkan.
Upaya-upaya mengkristenkan para penganut animismepun mulai dilakukan. Baptisan
pertama dilakukan pada tahun 1908 di pantai Dulolong, ketika seorang Pandeta
berkebangsaan Jerman, D. S. William Bach tiba dengan sebuah kapal Belanda
bernama Canokus, yang oleh orang Alor di zaman itu disebut dengan Kapal Putih.
Diantara mereka yang dibaptis terdapat Lambertus Moata dan Umar Watang Nampira,
seorang penganut Islam yang taat. Lambertus Moata kemudian menjadi Pendeta
Pribumi Alor yang pertama, sedangkan Umar Watang Nampira barangkali bersedia
dibaptis untuk menghormati para pengunjung pada saat itu. Gereja pertama yang
dibangun adalah Gereja Kalabahi (sekarang Gereja Pola). Gereja ini dibangun
pada tahun 1912. Kayu-kayunya didatangkan dari Kalimantan sedangkan pekerjanya
adalah Pak Kamis dan Pak Jawas yang beragama Muslim. Oleh karena itu sampai
saat ini masih merupakan sesuatu yang umum dilakukan di Alor bahwa pembangunan
Gereja dilakukan oleh orang Muslim dan Mesjid dilakukan oleh orang Kristen.
Pada masa ini Alor terdiri dari 5 kerajaan, yaitu Kui, Batulolong, Kolana,
Baranusa dan Alor. Kerajaan Alor wilayahnya meliputi seluruh jasirah Kabola
(bagian utara pulau Alor).
C.
Sistem Organisasi Kemasyaratan dan Politik
Dengan
Perjanjian Lisabon pada tahun 1851, kepulauan Alor diserahkan kepada Belanda
dan pulau Atauru diserahkan kepada Portugis. Orang-orang Portugis sendiri
sebenarnya tidak pernah benar-benar menduduki Alor, walaupun masih ada
sisa-sisa dari zaman Portugis seperti sebuah jangkar besar di Alor Kecil. Pada
tahun 1911, Pemerintah colonial Belanda memindahkan pelabuhan laut utama dan
pusat Pemerintahan Alor dari Alor Kecil ke Kalabahi. Kalabahi dipilih karena
datarannya lebih luas dan lautnya lebih teduh. Kota Kalabahi artinya pohon
kusambi, yang mana dulunya memang menghutani dataran ini. Dengan pemindahan
pusat kekuasaan ke Kalabahi, Pemerintah colonial Belanda menempatkan Mr. Bouman
sebagai Kontroler pertama di Alor. Sebelumnya tanda kehadiran colonial belanda
di Alor, hanya terdiri dari seorang penjaga pos dan seorang serdadu berpangkat
letnan.
Untuk
memulihkan Hukum dan Pemerintahannya di Alor, maka Pemerintah Kolonial Belanda,
melalui kontroler Mr. Muller menggunakan strategi yang ampuh, yaitu dengan
mengawinkan Putra Nampira dengan Putri Bunga Bali dan berhasil dengan baik
karena perdamaianpun tercipta pada saat itu. Pada tahun 1930 an, Pemerintah
Kolonial Belanda mulai melakukan pembangunan wilayah. Para isteri pegawai
Pemerintah dikirim ke Alor. Kerja sama dengan 5 kerajaan relative baik.
Sepanjang jalan utama di tengah kota, rumah-rumah pegawai Pemerintah Kolonial
dibangun. Beberapa diantaranya masih dipakai hingga kini. Jalan-jalan dibangun
kesegala arah, bahkan saluran airpun dibangun, namun hanya untuk kebutuhan
Rumah Sakit dan Pegawai Kolonial Belanda.
D.
Sistem Mata Pencaharian
Pendiri
ke 5 kerajaan daerah pantai tersebut adalah 5 Putra Mau Wolang dari Majapahit
dan mereka dibesarkan di Pandai. Yang tertua diantara mereka memerintah daerah
tersebut. Mereka juga memiliki hubungan dagang, bahkan hubungan darah dengan
aliansi serupa yang terbentang dari Solor sampai Lembata. Jalur perdagangan
yang dibangun tidak hanya diantara mereka tetapi juga sampai ke Sulawesi,
bahkan ada yang menyebutkan bahwa kepulauan kecil di Australia bagian utara
adalah milik jalur perdagangan ini.
E.
Bahasa
Pada tahun 1912 terjadi pengalihan kekuasaan
raja dari dinasti Tulimau di Alor Besar kepada dinasti Nampira di Dulolong.
Pemerintah colonial Belanda lebih cenderung memilih Nampira Bukang menjadi raja
Alor sebab beliau berpendidikan dan fasih berbahasa belanda. Sebagai
kompensasi, putra mahkota Tulimau ditunjuk sebagai kapitan Lembur.
F.
KESENIAN
1. Nilai Budaya
TARI LEGO - LEGO
Tari
Lego-Lego merupakan tarian tradisional Suku Abui, suku yang mendiami kampung
tradisional Takpala, terletak di Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tarian yang merupakan lambang kekuatan persatuan dan persaudaraan warga Suku
Abui ini dilakukan secara massal dengan bergandengan tangan dan bergerkan
secara melingkar. Tari Lego-Lego dilakukan dengan mengelilingi tiga batu
bersusun yang disebut mesbah, benda yang disakralkan dalam tradisi Suku Abui.
Biasanya, Lego-Lego ditarikan selama semalam suntuk.
MUSEUM SERIBU MOKO
Sebanyak 80-90 persen dari 355 item yang dipajang
dalam museum ini merupakan hasil koleksi seorang warga keturunan Cina di
Kalabahi, Toby Retika. Ketika dia memutuskan untuk meninggalkan Kalabahi,
seluruh hasil koleksinya itu diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Alor pada
September 2003. Misalnya, ada perahu naga, benda yang sangat penting dan
sakral, yang menjadi representasi nenek moyang yang datang menggunakan perahu
dan sekaligus tempat pelaksanaan upacara adat. Ada senjata busur dan panah,
tenunan daerah, serta koleksi unggulannya, yakni moko.
KESIMPULAN.
Kebudayaan Alor (NTT) merupakan kebudayaan tertua di pulau NTT. Kebudayaaan Alor banyak memiliki sejarah-sejarah yang mistis. Perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social,
religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Sumber : http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/53/name/nusa-tenggara-timur/detail/5305/alor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar